Nocturnal Human Being

Photo by Megan te Boekhorst on Unsplash



“That’s the advantage of insomnia. People who go to early always complain that the night is too short, but for those of us who stay up all night, it can feel as long as a lifetime. You get a lot done” ― Banana Yoshimoto, N.P

Beberapa bulan terakhir ini, aku menjelma menjadi “Nocturnal Human Being” atau istilah lainnya “Night Owl” dengan sangat parah. Nocturnal Human Being merupakan sebutan bagi orang yang cenderung terjaga hingga larut malam dan aktif pada malam hari.

Kebanyakan orang akan beraktivitas produktif pada pagi hari dan tidur lebih cepat pada malam hari. Bagi orang-orang seperti ini termasuk pada tipe Early Bird. Ada beberapa penyebab mengapa pola tidurku menjadi berubah dan kemudian menjadi Nocturnal Human Being.

Hal ini terjadi sejak aku mengenyam bangku kuliah. Sebagai mahasiswa tentu waktu itu dituntut untuk menyelesaikan tugas pada waktunya. Karena tugas yang dibebankan cukup banyak, akhirnya tugas menjadi menumpuk dan itulah yang menyebabkan aku harus begadang.

Kemudian saat menjelang semester 4–5 di kampus kami diselenggarakan Brevet Pajak, tentu saja perkuliahan sering berakhir di jam 21.00 malam, belum lagi rapat organisasi karena ada beberapa acara waktu itu. Tentu mau tidak mau kami harus menyelesaikan tugas di kosan pada larut malam.

Kalau di tanya waktu itu capek atau nggak, ya aku capek. Oleh sebab itu, jika ada sebuah konser musik, maka sesekali — aku dan temanku lebih memilih membolos. Bukan bandel — tetapi hanya saja kami butuh refreshing. Tentu kami tidak serta merta bolos begitu saja. Temanku itu adalah orang yang bisa dibilang lumayan dekat dengan dosen, kemudian kami bisa meminta izin ke dosen dengan beberapa alibi.

Kemudian menjelang tingkat akhir, kamipun magang. Sebelumnya aku pengen magang di Bandung, tapi melihat sektor industri yang ada akhirnya aku memutuskan untuk merantau lebih jauh lagi yaitu ke Jakarta. Di Jakarta pola tidurku tak berubah, malah lebih parah. Jika pagi sampe matahari tenggelam saatnya bekerja, nah malam harinya adalah waktu utuk menyusun Tugas Akhir. Kemudian sabtu-minggunya adalah waktu untuk kita bimbingan ke Bandung, karena kami LDR-an sama dosen pembimbing. Udah deh kalo inget masa itu capek banget. Bukan hanya capek mikirin TA tapi juga mikirin ongkos bulak-balik Jakarta Bandung.

Setelah selesai sidang dan menyusun Tugas Akhir, aku masih tetap merasa kesulitan untuk tidur lebih cepat. Selain karena sudah menjadi sebuah kebiasaan, aku juga memiliki gangguan tidur. Dimana saat aku tertidur, aku tiba-tiba bangun kemudian tanpa sadar merasakan kecemasan. Telapak tangan penuh keringat dingin, dan bahkan sesak bernafas. Oleh sebab itu aku tak pernah memaksakan untuk tidur sebelum benar-benar mengantuk.

Kalau ditanya kapan masa Nocturnal Human Being mu yang terparah. Aku jawab, yaitu semenjak saat WFH (Work From Home) yang terjadi di bulan Ramadhan ini, bahkan aku hampir tak bisa tidur sampai waktunya sahur. Aku baru bisa tidur setelah sahur hingga menjelang waktu dzuhur. Dalam kondisi ini aku benar-benar lupa caranya untuk tidur cepat.

Menjadi Nocturnal Human Being, diriku sering dianggap pemalas karena sering bangun siang. Apalagi kebiasaan ini dimiliki oleh seorang gadis sepertiku, tentu orang tuaku sering khawatir dibuatnya. Tapi sisi positifnya, dengan menikmati malam yang begitu panjang, aku bisa mendapatkan beberapa pemikiran bahkan inspirasi yang aku gak bisa dapatkan di siang hari. Sebenarnya aku juga rindu untuk tidur lebih cepat seperti masa-masa SD sampai SMA. Dimana pemikiran tentang hidup dan masa depan tidak begitu dianggap beban, sehingga aku bisa tertidur dengan tenang. Sungguh aku rindu masa itu. Hal ini mengingatkanku pada lagu Hindia “Secukupnya”.

Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang? Tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang, di esok hari

Tidur tenang, tak banyak pikiran dan tak mengkhawatirkan masa depan mungkin adalah sesuatu yang sulit dilakukan bagiku sekarang. Apalagi di usia saat ini, dimana aku ingin hidup mandiri dan tak mau lagi bergantung pada orang tua. Tentu mengkhawatirkan masa depan menjadi sesuatu yang selalu terbayang-bayang. Hal ini ternyata telah memberi pengaruh terhadap kualitas tidurku selama ini.

“I’m an insomniac, my mind works the night shift.” ― Pete Wentz, Gray

You May Also Like

0 komentar